Kebijakan Dinas Kesehatan Tanjab Timur Soal Akses Media ke RS Pratama Rantau Rasau Picu Pertanyaan Publik

detexi.id, Berita Tanjab Timur – Kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur terkait akses awak media ke Rumah Sakit Pratama Rantau Rasau menuai tanda tanya besar. Sikap pembatasan ini menimbulkan pertanyaan tentang komitmen pemerintah dalam menjaga transparansi pengelolaan informasi publik.
Sejumlah awak media yang berupaya meliput kondisi fisik bangunan rumah sakit yang baru diresmikan, namun sudah menunjukkan kerusakan serius dan sedang diperbaiki, mengaku dipersulit. Persyaratan untuk meliput dianggap tidak jelas dan menghambat kerja jurnalistik.
Saat tiba di lokasi, awak media bertemu dengan Direktur RS Pratama Rantau Rasau untuk melihat langsung kondisi, termasuk toilet IGD yang tidak berfungsi. Namun, Direktur menyatakan bahwa izin harus terlebih dahulu dikoordinasikan dengan Kepala Dinas Kesehatan.
“Kami dipesankan untuk meminta izin dulu ke Kadis,” ujar Direktur Rumah Sakit.
Upaya awak media untuk menghubungi Kepala Dinas Kesehatan, Ernawati, melalui telepon seluler tidak membuahkan hasil. Pesan WhatsApp yang dikirimkan kemudian mendapat balasan singkat dari Ernawati, yang menyatakan bahwa media harus mengajukan izin secara resmi.
“Karena ini badan resmi, maka buat surat resmi juga,” tulis Ernawati, Kamis (16/1/2025), tanpa memberikan alasan yang jelas terkait kebijakan pembatasan tersebut. Saat ditanya lebih lanjut soal dasar aturan ini, Ernawati tidak memberikan jawaban memadai, menambah keraguan publik atas sikap pemerintah daerah.
Rumah Sakit Pratama Rantau Rasau, yang dibangun melalui anggaran DAK 2023 dengan nilai kontrak sebesar Rp43,4 miliar, kini menjadi sorotan. Pembangunan yang ditangani oleh PT Belimbing Sriwijaya dan KSO PT Bukit Telaga Hasta Mandiri dengan konsultan pengawas PT Kalimanya Expert Konsultan. Namun, kondisi bangunan yang rusak setelah peresmian menimbulkan pertanyaan serius tentang kualitas pengerjaan.
Masyarakat kini mendesak transparansi dari pemerintah daerah, termasuk akses awak media, untuk mengungkap potensi penyimpangan yang terjadi. Sikap pembatasan yang diberlakukan terhadap media justru menambah keraguan dan mempertegas isu kurangnya akuntabilitas pemerintah. (f.f)